Sabtu, 20 Maret 2010

Transaksi Derivatif

Sewaktu belajar matematika di sekolah dan kuliah dulu ada satu bab yang membahas mengenai persamaan diferensial. Persamaan diferensial adalah persamaan fungsi yang dibentuk oleh beberapa variabel bebas dengan turunannya melalui variabel-variabel yang dimaksud. Dengan demikian diferensial sebenarnya adalah fungsi turunan dari fungsi asli. Kemudian apa hubungannya dengan transaksi derivatif dalam dunia keuangan? Transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut " produk turunan" (underlying product).


Derivatif dapat mengacu pada berbagai jenis aset seperti misalnya komoditi, saham atau obligasi, suku bunga, nilai tukar mata uang atau indeks seperti indeks pasar saham, indeks harga konsumen (CPI-Consumer Price Index), atau bahkan indeks kondisi cuaca ataupun derivatif lainnya.

Kegunaan utama dari derivatif ini adalah untuk mengalihkan risiko ataupun mengambil suatu risiko tergantung apakah posisinya sebagai hedger (pelaku lindung nilai) atau spekulator. Bermacam-macam rentang nilai antara aset acuan dan alternatif pembayaran menghasilkan beraneka kontrak derivatif yang diperdagangkan di pasaran. Jenis utama derivatif adalah kontrak berjangka (futures), kontrak serah (forward), opsi dan swap.

Bank Indonesia mengatur transaksi derivatif dalam Peraturan Bank Indonesia:

  1. Peraturan Bank Indonesia No.7/31/PBI/2005 tentang Transaksi Derivatif
  2. Peraturan Bank Indonesia No.9/2/PBI/2007 tentang Laporan Harian Bank Umum
  3. Peraturan Bank Indonesia No.10/38/PBI/2008 tentang Perubahan Peraturan tentang Transaksi Derivatif

Di dalam 3 ketentuan di atas Bank Indonesia mengatur hal-hal yang boleh dilakukan oleh Bank terkait dengan transaksi derivatif dan margin trading. Margin trading adalah transaksi derivatif tanpa pergerakan dana pokok (notional amount) sehingga yang bergerak hanya margin yang merupakan hasil perhitungan dana pokok dengan selisih kurs atau selisih suku bunga yang mempersyaratkan atau tidak mempersyaratkan adanya margin deposit untuk menjamin pelaksanaan transaksi tersebut.

Apakah Pedagang Valuta Asing (PVA) diperboleh melakukan hal-hal ini?

Jawabannya tidak. Sesuai Peraturan Bank Indonesia No.9/11/PBI/2007 tentang Pedagang Valuta Asing, PVA tidak diperboleh melakukan kegiatan antara lain:

  1. memelihara hubungan koresponden dengan bank-bank di luar negeri guna mengeluarkan langsung perintah pembayaran yang diuangkan di luar negeri
  2. mentransfer/menagih sendiri ke luar negeri
  3. bertindak sebagai agen penjualan Travellers Cheque
  4. melakukan keigatan margin trading, spot, forward, swap dan transaksi derivatif lainnya

Dengan demikian kegiatan usaha PVA adalah murni melakukan transaksi yang harus diselesaikan pada saat bersamaan, bahasa sederhananya adalah "ada uang ada barang". Transaksi harus diselesaikan pada hari yang sama atau lebih dikenal today.



Selasa, 16 Maret 2010

Pengiriman Uang (Money Remittance) Bag 1

Sekitar tahun 80an mungkin kita pernah menggunakan jasa pengiriman uang dengan wesel pos. Pada waktu itu, keadaan teknologi perbankan di Indonesia belum secanggih saat ini. Sistem pengiriman uang yang dilakukan bank belum seluruhnya online, pada waktu itu untuk pindah buku antar cabang saja tidak bisa dilakukan secara realtime. Jaringan kantor cabang bank juga belum sebanyak saat ini. Pada saat itulah kantor pos menjadi salah satu outlet bagi masyarakat untuk melakukan pengiriman uang ke seluruh pelosok tanah air. Bagaimana perkembangan sistem pengiriman uang (money remittance) saat ini? Siapa yang mengaturnya? Apakah Pedagang Valuta Asing bisa melakukan pengiriman uang?


Money remittances secara umum dapat didefinisikan sebagai kegiatan mengirim dana dari suatu daerah ke daerah lain atau suatu negara ke negara lain. Jasa pengiriman uang ini biasanya digunakan oleh para migran atau pekerja asing di luar negeri mengirim uang untuk keluarganya di negara asal. Data World Bank menunjukan jumlah uang yang dikirim oleh para migran ke negara asalnya di tahun 2008 mengalami pertumbuhan dengan prosentase pertumbuhan sebesar 15% (US$444 milyar) dibandingkan dengan tahun 2007 (US$385 milyar). Aliran dana masuk (inflow) ke negara berkembang memiliki bagian terbesar yaitu US$338 dari US$444 atau sekitar 76%. Dalam kelompok negera berkembang, negara nomor 1 sebagai penerima aliran (inflow) ini di tahun 2008 adalah India (US$52milyar) yang disusul oleh China (US$49milyar), dan Mexico (US$26milyar). Sementara dua negara dalam kawasan ASEAN yaitu Filipina (US$19milyar) dan Vietnam (US$7milyar) berhasil menempati posisi 4 dan 10.

Bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan data World Bank, Indonesia (US$6,78milyar) berada pada posisi 14 yaitu di bawah Morroco (US$6,9 milyar). Untuk Indonesia, nilai inflow ini nilainya hanya 1,5% dari nilai GDP tahun 2008.

Untuk tahun 2009, World Bank memprediksi terjadi penurunan sebesar 6,1% untuk pengiriman ke negera berkembang. Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain efek krisis ekonomi, pengurangan konsumsi oleh para migran, dan pengaruh nilai tukar. Efek krisis ekonomi banyak membuat para tenaga kerja migran menjadi pengangguran terutama di negara Amerika dan Spanyol dan pada akhirnya untuk bertahan mereka melakukan penghematan konsumsi. Nilai tukar US dollar terhadap mata uang lokal juga turut serta mempengaruhi pengiriman uang. Contoh penurunan volume pengiriman uang terjadi pada Polandia ketika nilai tukar poundsterling melemah terhadap US dollar. Nilai tukar pound melemah 25% pada periode kuartal ketiga tahun 2008.

Dana-dana dalam jumlah besar tersebut di atas dikirim melalui dua mekanisme jalur transaksi, yaitu jalur formal dan jalur informal. Yang dimaksud dengan jalur formal adalah remittance yang dilakukan melalui jasa pengiriman yang disediakan oleh bank, lembaga keuangan non bank, pedagang valuta asing (walaupun beberapa negara melarang, termasuk Indonesia) ataupun operator jasa pengiriman uang seperti Western Union dan MoneyGram.
Sementara yang disebut money remittance melalui jalur informal adalah berbagai bentuk/cara pengiriman uang yang tidak melibatkan kontrak formal. Yang termasuk jalur informal antara lain adalah transfer dana secara personal melalui hubungan bisnis, melalui perusahaan jasa pengiriman (courier service company), teman, atau cara lain yang tidak terlembaga. Namun demikian terdapat satu jalur informal yang memungkinkan transfer uang secara cepat dengan mengandalkan jaringan agen yang dikenal sebagai sistem Hawala. Beberapa penelitian, diantaranya dilakukan IMF, mengindikasikan bahwa jalur informal nampaknya lebih disukai dengan volume remittance diperkirakan mencapai 50% sampai dengan 250% lebih besar dari jalur formal. Hal ini disebabkan terutama karena relatif lebih rendahnya biaya transaksi remittance melalui jalur informal.

Berdasarkan data statistik Sistem Pembayaran yang di publikasi di website Bank Indonesia, per tanggal 14 Mei 2010 telah tercatat 48 penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) non bank di Indonesia. Bentuk badan hukum Penyelenggaran Kegiatan Usaha Pengiriman Uang ini terdiri dari perseroan terbatas, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan penyelenggara perorangan.
Berdasarkan penelitian World Bank, pengiriman uang ketika kondisi ekonomi dilanda krisis tetap menjadi salah satu sumber devisa yang menguntungkan untuk negara. Dengan pengelolaan dan penetapan kebijakan yang tepat untuk pemberian izin tenaga kerja keluar negeri dan pengaturan tentang pengiriman uang yang efisien dan murah, Indonesia dapat memanfaatkan aliran dana masuk dari para tenaga kerja indonesia di luar negeri sebagai salah satu pembiayaan eksternal dalam devisa kita.
Bagaimana dengan pengaturan di Indonesia tentang pengiriman uang? Undang-Undang di Indonesia yang mengatur tentang pengiriman uang saat ini sedang dalam tahap pembahasan di DPR. Rancangan Undang-undang ini disebut dengan RUU Transfer Dana. Untuk sementara ini ketentuan yang mengatur bentuk payung hukumnya adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI). yaitu Peraturan Bank Indonesia 8/28/PBI/2006 tentang Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU). Dalam peraturan ini, Bank Indonesia memberikan kesempatan kepada perorangan, badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum untuk menjadi penyelenggara pengiriman uang non bank. Berikut ini ketentuan terkait tata cara perizinan untuk menjadi Penyelenggara Pengiriman Uang sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No.10/49/DASP tanggal 1 Januari 2009.
Apakah Pedagang Valuta Asing boleh menjadi penyelenggara KUPU? Saat ini PBI tentang PVA melarang untuk melakukan kegiatan KUPU. PVA Bukan Bank hanya dapat melakukan transaksi jual beli uang kertas asing dan pembelian Traveller's Cheque. Ketentuan untuk memperluas cakupan usaha PVA agar dapat melakukan kegiatan usaha pengiriman uang sedang disiapkan dalam waktu dekat. Hal ini dilakukan agar masyarakat pengguna PVA KUPU memperoleh perasaan aman bahwa uangnya disampaikan tepat waktu.
Sumber:

Kamis, 11 Maret 2010

Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme

Masih ingat iklan layanan masyarakat yang slogannya "Kalau bersih kenapa harus risih!"? Iklan layanan ini dibuat oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bekerjasama dengan Bank Indonesia. Dalam iklan ini digambarkan seseorang pengusaha ingin membuka rekening di sebuah bank, namun ketika diminta untuk mengisi data-data pribadi dan dokumen-dokumen pendukung lainnya, sang calon nasabah ini menolak lalu berusaha mencari bank lain yang tidak meminta data-data tersebut.

Pada waktu itu dalam industri keuangan dikenal istilah kenali nasabahmu atau Know Your Customer (KYC). Prinsip mengenal nasabah atau sering disingkat Prinsip KYC wajib diterapkan oleh industri jasa keuangan baik itu bank, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, perusahaan sekuritas dan tidak ketinggalan juga adalah pedagang valuta asing bukan bank. Dalam perkembangannya prinsip KYC ini perlu disempurnakan sebagaimana hasil evaluasi oleh Financial Action Task Force (FATF) di tahun 2008. Hal-hal yang perlu disempurnakan di antaranya proses customer due diligence, ehanced due diligence dan identifkasi transaksi yang dilakukan oleh teroris. Dalam rekomendasi tersebut FATF meminta agar ketentuan yang dibuat oleh otoritas keuangan yang berwenang mengatur secara eksplisit sebutan peraturan anti money laundering dan pencegahan pendanaan terorisme dalam sebuah peraturan khusus. Bank Indonesia sudah mengeluarkan untuk industri perbankakan dalam Peraturan Bank Indonesia No.11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum (APU dan PPT). Bagaimana dengan Pedagang Valuta Asing?

Bank Indonesia awal bulan Maret 2010 telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.12/3/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank.

Dalam rangka mendukung upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) yang selama ini diterapkan pada PVA Bukan Bank, perlu disesuaikan dengan mengacu pada standar yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), yang dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF.



Pokok-Pokok Pengaturan
Penggunaan istilah Customer Due Dilligence (CDD) sebagai penyempurnaan dari istilah Know Your Customer Principles dalam identifikasi, pencocokan, dan pengkinian informasi nasabah. PVA Bukan Bank wajib melakukan CDD pada saat:

  1. melakukan transaksi dengan dan/atau memberikan jasa kepada Nasabah dan/atau Beneficial Owner; atau
  2. meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh Nasabah dan/atau Beneficial Owner.

Hal yang harus diperhatikan PVA Bukan Bank dalam melakukan CDD terhadap Nasabah dan/atau Beneficial Owner antara lain:

  1. meminta dan mencocokkan informasi Nasabah terhadap dokumen pendukung yang memuat informasi Nasabah; dan
  2. memperoleh informasi bahwa Nasabah yang melakukan transaksi dengan dan/atau memberikan jasa bertindak untuk diri sendiri atau untuk dan atas nama Beneficial Owner.
  3. melakukan CDD terhadap Beneficial Owner yang sama ketatnya dengan prosedur CDD bagi Nasabah yang mewakili Beneficial Owner, ditambah informasi mengenai hubungan antara Nasabah dan Beneficial Owner.

Pengaturan mengenai pencegahan pendanaan terorisme antara lain dengan mewajibkan PVA Bukan Bank melakukan EDD untuk meminta informasi lebih lanjut dari Nasabah dan/atau Beneficial Owner. PVA Bukan Bank melakukan proses EDD dalam hal:
melakukan transaksi dengan dan/atau memberikan jasa kepada Nasabah dan/atau Beneficial Owner yang tergolong berisiko termasuk Politically Exposed Persons (PEP); dan/atau
terdapat transaksi yang tidak wajar yang diduga terkait dengan pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme.

Berikut ini contoh penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada PVA Bukan Bank. Contoh ini perlu disesuaikan dengan kebutuhan perusahan dan kompleksitas bisnis PVA.

sumber:http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Moneter/pbi_120310.htm

Selasa, 09 Maret 2010

Mengenal Traveller's Cheque dan Bank Draft

Pernah mendengar kata Traveller's Cheque? Jawabannya kemungkinan besar pernah. Apalagi akhir-akhir ini sering disebutkan di media massa terkait dengan kasus yang sedang ditangani oleh lembaga penegak hukum kita. Beberapa media massa menterjemahkan Traveller's Cheque (TC) dalam bahasa Indonesia dengan kata "cek pelawat". Bagi orang yang belum pernah menggunakan TC atau cek pelawat tentu akan bertanya-tanya dalam hati, Apa sebenarnya TC atau cek pelawat ini? Siapa yang berhak mengeluarkan? dan Bagaimana mekanisme penggunaannya? Setelah itu mungkin juga akan muncul pertanyaan lanjutan apa bedanya dengan Bank Draft?


Traveller's Cheque (TC) atau Cek Pelawat adalah cek yang diterbitkan oleh Bank dengan nominal yang telah ditetapkan. Denominasi yang diterbitkan biasanya 20, 50 dan 100 dalam mata uang U.S. dollars, Canadian dollars, pounds sterling, Japanese yen, dan euro. Bank menjual TC dalam paket yang terdiri dari 5 lembar atau 10 lembar TC. Masa berlaku TC tidak ada, sehingga pemilik TC dapat kapan saja menggunakannya. Penggunaan TC sering dimanfaatkan oleh para pelancong ke luar negeri karena sifatnya yang lebih simple dibandingkan membawa fisik uang karena jika TC hilang dalam perjalanan, pemegang TC dapat melaporkan dan meminta penggantinya (refund) kepada bank ditempat kehilangan.

Terminologi para pihak dalam transaksi TC yang perlu kita ketahui adalah:

  1. Issuer/obligor, adalah institusi atau lembaga yang menerbitkan TC, biasanya Bank.

  2. Agent, adalah institusi atau lembaga yang bertindak sebagai penjual, bisa dilakukan oleh Bank, atau lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh Issuer.

  3. Purchaser/Pembeli, adalah perorangan yang membeli TC ini dari agent.

  4. Payee/Penerima, adalah pihak yang menerima TC dari purchaser/pembeli sebagai pembayaran transaksi yang diterima.

Purchaser/Pembeli TC pada saat membeli di Agent akan diminta untuk menandatangani pada bagian atas setiap cek yang dibeli. Kemudian, pada saat melakukan transaksi dengan Payee/Penerima TC, Pembeli TC akan diminta lagi untuk menandatangani TC pada bagian bawah. Tandatangan kedua inilah yang akan diverifikasi dengan kartu identitas dan tanda tangan pertama di bagiaan atas tadi.


Penerima TC sebaiknya memiliki prinsip kehati-hatian untuk menghindari penipuan TC palsu. Hal sederhana yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa foto dan tandatangan yang ada di TC sesuai dengan foto dan tandatangan yang ada di dalam identitas. Cara terbaik adalah dengan melakukan konfirmasi langsung kepada issuer (penerbit).

Penerima TC dapat menguangkan TC tersebut dengan menyetorkannya kepada Bank. Penguangan tersebut dilakukan dengan melihat kurs beli yang berlaku pada Bank



Bank Draft (Cashier Check)

Bank draft (Cashier Check) sebenarnya adalah cek yang diterbitkan oleh Bank. Penjual sering meminta Bank Draft kepada calon pembeli untuk perjanjian awal pada transaksi nominal besar, misalnya transaksi pembelian mobil dan rumah. Hal ini memberikan rasa aman kepada penjual bahwa calon pembeli benar-benar memiliki uang untuk membayar dan tidak memberikan cek kosong. Kenapa tidak mungkin cek kosong? Karena Bank hanya mau menerbitkan Bank Draft ketika yang nasabahnya benar-benar memiliki uang sebesar nilai Bank Draft yang akan diterbitkan. Bank akan meminta nasabahnya untuk mengisi formulir aplikasi dan menetapkan tarif untuk penerbitan Bank Draft tersebut. Selanjutnya, Bank juga akan mendebet secara langsung rekening nasabah sebelum memberikan Bank Draft tersebut kepada nasabahnya.

Sebuah Bank Draft memiliki ciri antara lain:

  1. diterbitkan dalam nominal berapa pun
  2. terdapat 2 (dua) nama Bank dan tandatangan pejabat bank yang mengeluarkan
  3. terdapat nama orang yang menjadi penerima uang, bukan nama nasabah
  4. memiliki jangka waktu penggunaan

Untuk bisa menguangkan sebuah Bank Draft, maka penerima Bank Draft harus memperlakukannya seperti sebuah cek. Penerima Bank Draft harus selalu memastikan kepada Bank penerbit apakah Bank Draft ini asli atau tidak, sehingga ketika seorang pembeli menawarkan sebuah Bank Draft langkah yang paling aman jangan memberikan barang tersebut kepada calon pembeli sampai dapat dipastikan Bank Draft itu asli dan tentunya sudah mendapat pembayaran dari Bank.

Bank Draft menjadi tidak populer untuk digunakan seiring dengan perkembangan teknologi printer yang dapat menghasilkan cetakan yang dapat menyerupai Bank Draft. Cetakan yang dihasilkan sangat mirip dengan Bank Draft asli sehingga sudah banyak penipuan yang dilakukan menggunakan metode pembayaran Bank Draft. Korban penipuan tersebut biasanya dialami orang-orang yang menawarkan barang secara online. Contoh kasus berikut ini dikutip dari sebuah website tentang Scam. Seorang yang bermaksud menjual mobil bekas, motor bekas, perhiasan atau semacamnya secara online. Kemudian secara kebetulan ada calon pembeli yang menyatakan bahwa dia sudah memiliki Bank Draft dengan nominal yang lebih besar dari transaksi yang dia lakukan. Secara jujur si calon pembeli memberitahu bahwa uang tersebut baru bisa diambil si penjual setelah dikliringkan lewat bank.

Seminggu kemudian, Bank Draft tersebut diterima si penjual melalui paket kilat. Sekilas terlihat asli, dan bank juga menjamin bahwa uang tersebut ada. Setelah penantian kliring, ternyata Bank menyatakan Bank Draft tersebut adalah palsu, rekening si penjual diblokir dan diminta untuk mengembalikan seluruh dana sebesar nilai Bank Draft. Si penjual juga dinyatakan sebagai tersangka penipuan/pemalsuan. Tips penting jika memang benar-benar ingin menerima Bank Draft sebagai alat pembayaran adalah uangkan Bank Draft tersebut pada Bank Penerbitnya, dan jangan pernah mau menerima pembayaran dari luar negeri yang tidak pernah dikenal sebelumnya.

Dengan kejadian penipuan dan posisi penjual yang begitu lemah dari sisi hukum maka alat pembayaran ini tergantikan dengan kartu kredit ataupun kartu debit (ATM) .

Demikian, mudah-mudahan informasi ini bisa menambah wawasan tentang perbedaan TC dan Bank Draft.

Sumber:

http://en.wikipedia.org/wiki/Traveler ; http://www.wisegeek.com/how-do-i-use-travelers-cheques.htm; http://www.wisegeek.com/what-are-the-advantages-of-bank-drafts.htm; http://www.bba.org.uk/bba/jsp/polopoly.jsp?d=263&a=654&artpage=all; http://scamvictimsunited.com/counterfeit_cashier